Sabtu, 13 Oktober 2007

Lebaran dan Takbiran, Pepesan Kosong

Terang matari di langit berganti gemerlap kembang api. Awalnya mirip suara sirene, disusul bunyi serupa daun kering terbakar ketika garis api berhambur jadi gurat warna merah, emas, dan biru membentuk lingkaran indah. Di bawah, Kraton Yogya menua termanggu. Alun-alun bingar melebihi siang hari.

Jalan raya yang mengelilingi alun-alun sesak kendaraan dan parade. Berjejer para penampil bergantian menghibur. Barisan depan selalu membawa spanduk panjang bertuliskan daerah asal. Kauman, Sayidan, dan banyak sesudahnya. Penggebuk drum dan paduan suara dengan bendera warna-warni di barisan kedua, kompak bershalawat keras. "Lebih sepi dari tahu kemaren," pak Polisi menimpali pertanyaan saya. Sebagai penutup pemuda membawa rangka masjid atau Al-Quran sebesar badan manusia. Tak kurang meriah ornamen itu dilengkapi dengan cahaya lampu. Generator dibawa serta untuk sumber tenaga. Jangan luput keramaian dari rekaman lensa kamera, cuma setahun sekali.

Handphone dibanjiri pesan singkat. Ah, semuanya serupa walau tak sama. Seperti ini setiap tahun, maaf, maaf, dan maaf. Pun begitu harus dibalas, tak enak rasanya kalau tidak. Tetap saja pertanyaan timbul, apakah harus meminta maaf kalau bertahun sudah tak bertemu?? Wajahmu saja saya sudah lupa.

Beringsut pulang setelah kamera mati dengan hati menggerundel karena kelupaan membawa baterai cadangan. Besok Lebaran, harus tidur segera, supaya esok ibu tak marah-marah membangunkan saya.
Dari kejauhan takbir sudah mulai terdengar lamat. Baru pukul setengah enam. Pesan singkat terus-terusan masuk. Kesal hati mendapati sms aneh. Masak dikirimi pesan dalam bahasa Prancis, satu kalimatpun saya tak bisa mengartikan. Apa-apaan ini manusia, dua orang pula, dengan pesan yang sama persis. Dipikirnya keren pake bahasa asing, mana sampai apa yang kau maksud?? Sakit jiwa, mereka! Tapi tetap saya balas, tak enak. Kacau begitupun tetap kolega.

Selanjutnya seperti biasa. Beli kembang untuk makam kakek, sholat Ied, ziarah, dan acara sungkeman. Ditutup dengan bagi-bagi THR. Setelah rangkaian acara selesai, saya tinggal tidur keramaian tamu yang datang berkunjung.

Pesan-pesan singkat yang baru didapati ketika bangun tidur. Bahasa Inggris masih saya maklumi, begitupun yang sok berpantun. Pusing benar mereka merangkai kalimat agar indah dibaca. Sekali setahun ini, lebaran saja.

Malam mulai lagi. Tertatih-tatih saya mendaras Jejak Langkah Pram. Bising kembang api dan parade terdengar dari kejauhan, sungguh menganggu konsentrasi. Pesan masuk lagi, senang hati kali ini. Ada juga yang mulai merasakan keanehan rituak menahun Takbiran dan Lebaran. Berbalas terus pembicaraan mengenai kenaehan di sekitar Idul Fitri. Saya akhiri karena teman tersebut mau lebaran nanti pagi, dan dia harus tidur karena sudah hampir jam tiga. "Tidurlah, Jangan lupa berdoa lebaran tahun ini dapat makna baru. Bukan sekedar pepesan kosong ritual tahunan," tombol send langsung dipencet.
"Setelah qt puas makan, apa kabar ya jutaan manusia yg mungkin hingga saat ini ksulitan makan?Dr td sy mnrima banyak sms minta maaf, tp knp qt msh bs mkn tnp mrasa bersalah?" Hufff, satu lagi pesan singkat menggugat, dari perempuan berjilbab pula.
Yogya, lebaran ke-2

Tidak ada komentar: